EraDakwah.com – Sebelum merekrut Cristiano Ronaldo, mungkin tak banyak yang mengenal Al-Nassr. Namun, mungkinkah klub yang mampu membayar Ronaldo 200 juta Euro/tahun (sekitar Rp 3,3 triliun) itu dimiliki oleh orang-orang biasa?
Ternyata memang tidak. Pasca diambil alih Pangeran Saudi (alm) Abdul Rahman bin Saud Al Saud pada 1960, Al-Nassr menjadi salah satu klub tersukses di Saudi dengan torehan 27 trofi di semua kompetisi.
Gaji semewah itu membuat Ronaldo menjadi pemain dengan gaji termahal di dunia, sekaligus mengalahkan gaji sahabat karibnya, Lionel Messi, yang hanya digaji PSG 35 juta Euro/tahun (sekitar Rp 584 miliar).
Selain Al-Nassr, kedatangan Ronaldo tentu juga menguntungkan Saudi secara keseluruhan. Sepakbola yang selama ini terlalu menyorot Eropa, kini juga “terpaksa” meliput sepak terjang liga Arab sebagai dampak selebritas Ronaldo yang juga mendaku sebagai manusia dengan followers Instagram terbanyak. Plesbol sebagai akun bola paling netral, bahkan terpantau ikut meliput hasil pertandingan Al-Nassr.
Terlebih pada 2030, Saudi (bersama Yunani dan Mesir) juga berencana menjadi tuan rumah Piala Dunia – bersaing dengan negara-negara besar lain seperti gabungan Spanyol-Portugal-Ukraina hingga gabungan Uruguay-Argentina-Chile-Paraguay.
Terlepas dari rencana itu, Saudi memang memiliki visi besar untuk tahun 2030 yang menarik untuk diulas.
Tak hanya ingin mengurangi ketergantungan dari minyak, visi kemajuan ekonomi Saudi (yang diperkirakan menghabiskan lebih dari US$ 7 triliun, atau lebih dari Rp 100 ribu triliun) tentu juga berkaitan dengan pengembangan sektor layanan umum seperti kesehatan, pendidikan, infrastuktur, rekreasi, dan pariwisita.
Secara kuantitatif, pendapatan non-minyak akan digenjot dari $163 miliar pada 2016 menjadi $1 triliun pada 2030, termasuk melompat dari peringkat 25 ke 10 besar Indeks Persaingan Global.
Lantas, bagaimana cara mewujudkan visi besar yang diumumkan 2016 itu hanya dalam waktu 14 tahun? Jawabannya, adalah percepatan liberalisasi ekonomi.
Konsekuensinya, Saudi harus menjadi negara yang lebih ramah dengan iklim investasi. Tidak hanya sektor hiburan yang semakin bebas dan terbuka, namun juga makin menggencarkan kerjasama dengan kafir harbi
Negara yang lebih bebas dan terbuka, tak hanya demi menarik wisatawan asing, namun juga pebisnis untuk tinggal dan memutar uangnya di sana.
Adapun bagi warga Arab Saudi, fasilitas hiburan yang lengkap membuat mereka tak perlu berwisata ke luar negeri dan membelanjakan uang mereka di sana.
Pemerintah Saudi bahkan sudah menghitung “kerugian” dari berputarnya uang penduduk Saudi di luar negeri akibat minimnya sarana hiburan. Angka itu mencapai US$ 22 miliar atau sekitar Rp 293 triliun/tahun.
Meski unsur-unsur liberal ini tak terjadi di kota suci seperti Mekkah maupun Madinah, namun banyak ulama yang khawatir dan menyuarakan keresahannya atas langkah MBS. Sayangnya, banyak laporan bahwa suara-suara ini kemudian dipenjara.