Eradakwah.com -Perkembangan teknologi yang semakin pesat sangat berdampak pada beberapa sektor seperti di administrasi kependudukan. Namun perlu diwaspadai selain memberikan manfaat hal ini juga berdampak buruk dalam manipulasi dokumen. Seperti pemalsuan usia dalam KTP yang terjadi pada PT Isti Jaya Mandiri terletak di Dusun Trembelang, Desa Cluring, Kecamatan Cluring, Banyuwangi.
Kasus ini menjadi semakin mengemuka setelah ditemukan bukti gambar KTP yang mengindikasikan perubahan usia, menjadikannya lebih tua daripada usia sebenarnya. Di antara para korban adalah CS, yang pada hakikatnya seharusnya lahir pada tahun 2004. Namun, saat itu ia memiliki KTP yang mencantumkan tahun kelahiran 2001. Kejadian serupa juga dialami oleh SG, yang usianya sebenarnya adalah tahun 2003, namun KTP-nya “dimutakhirkan” menjadi tahun 2001. Tak hanya itu, KH juga mengalami kejadian serupa, dengan tahun kelahirannya yang seharusnya adalah tahun 2003, namun diubah menjadi tahun 2001 dalam dokumen KTP. (Jurnalnews.com, 15/9/2023)
Pada hakikatnya Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan identitas resmi yang sangat penting untuk dimanfaatkan berbagai transaksi seperti layanan kesehatan, perbankan, jual beli dan lain-lain. Mirisnya pemalsuan KTP membuat mempermudah pelaku untuk melakukan perbuatan keji seperti pemalsuan usia yang digunakan untuk Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang terjadi di Banyuwangi. Padahal pemalsuan identitas ini sangat merugikan bagi para korban sehingga harus ada perlindungan kedepannya.
Dari sinilah membuktikan bahwa negara telah gagal dalam melindungi identitas resmi rakyatnya. Oleh sebab itu, adanya permasalahan pemalsuan identitas menunjukkan bahwa rendahnya keamanan dan kurangnya perhatian negara terhadap keamanan identitas warganya. Apalagi di era digitalisasi sekarang sangat mudah dimanfaatkan oleh orang-orang yang memiliki kepentingan. Apabila permasalahan ini sering terjadi maka menandakan dunia administrasi kependudukan negeri jelas tidak dalam keadaan baik-baik saja.
Dimana sistem kapitalisme telah berhasil meningkatkan landasan hidup yang menjadikan materi sebagai sumber satu-satunya kebahagiaan. Segala apapun upaya yang dilakukan untuk memperoleh materi meskipun menggunakan berbagai cara untuk menghalalkannya. Seperti halnya dalam kasus pemalsuan identitas orang yang mempunyai modal dapat melakukan manipulasi data sesuai dengan kepentingan mereka.
Berbeda dengan sistem Islam, negara akan memastikan bahwa terjaminnya keamanan identitas rakyatnya agar tidak akan terjadi manipulasi data. Apabila ini terjadi maka terdapat sanksi yang tegas terhadap para pelaku. Oleh karena itu negara akan menjaga dan melindungi warganya karena telah menjadi tanggung jawabnya.
Disisi lain negara melindungi rakyatnya dengan data pribadinya tidak diperbolehkan untuk disalahgunakan demi kepentingan mereka sendiri. Sehingga negara dapat mengantisipasi pemalsuan data penduduk dengan aman bukan justru kebobolan berulang kali. Oleh karena itu, bagaimanapun juga negara berkewajiban untuk melindungi privasi rakyatnya.
Dalam sistem Islam negara akan mengemban tugas tersebut secara serius dan amanah. Selain itu negara dalam melaksanakan tanggung jawabnya menjadikan kepentingan dan kemaslahatan rakyat akan menjadi prioritas utamanya. Dengan demikian negara akan mencurahkan segala kemampuannya untuk melayani warganya dengan optimal.
Segala hal ini akan berjalan dengan baik apabila peraturan negara menggunakan syariat Islam. Karena hakikatnya Islam tidak hanya melindungi harta, jiwa dan kehormatan rakyat namun juga menjaga identitasnya. Sehingga negara tidak akan mempertimbangkan kerugian berupa materi yang diberikan oleh para kapital. Hal inilah yang akan terjadi ketika negara menerapkan aturan dalam Al-Quran dan As-Sunnah yang telah diturunkan oleh Allah SWT. ***
Wallahu a’lam bish shawaf