Renungan Untuk Mencari Ilmu yang Bermanfaat

by -20 views

Eradakwah.com – Sudah berapa lama kita duduk dibangku sekolah? Sudah berapa jenjang pendidikan yang kita tempuh? Dalam setiap menempuh ujiannya, apa yang sebenarnya kita inginkan? Apa yang sebenarnya ingin kita capai dalam setiap pembelajaran? Selama kita di sekolah, berapa kali kita dijelaskan tentang tujuan belajar? 

 

Hari-hari ini, bukankah pembelajaran terasa begitu gersang? Ketika waktu ujian tiba, kita bersiap dengan belajar sungguh-sungguh, les sana-sini, mencari tempat ternyaman, begadang dan lain sebagainya. Lalu setelahnya, setelah ujian berlalu, kita rayakan sebagai kebebasan, lepasnya diri dari jerat yang terasa menyiksa. 

 

Bukankah ilmu itu harusnya cahaya? Menerangi yang gelap dan menunjukkan jalan? Lalu ujian itu sendiri, kenapa kita bersusah payah untuk melewatinya? Untuk lulus? Nilai baik? Kuliah di perguruan tinggi ternama? Bekerja? Dapat gaji besar? Barangkali beginilah gambaran sebagian kegiatan belajar mengajar yang ada dihadapan kita. 

 

Orientasinya kepada materi, lingkupnya sempit hanya untuk kepentingan kita sendiri. Maka jadilah, begitu gersang kita menempuhnya. Hati kita dijadikannya keruh karena tujuannya dunia. Dan kawan, begitu mengerikannya ancaman Allah bagi orang-orang yang menuntut ilmu bukan karena-Nya “Tidak dapat mencium bau surga” 

 

Bukankah mempelajari sesuatu yang baru itu harusnya menyenangkan? Ketika kita memahami satu lagi konsep, menghafal satu lagi teori, menemukan satu lagi pengetahuan, bukankah seharusnya kita menyambutnya dengan antusias? Seperti anak-anak yang selalu bertanya dan ingin tahu, kita pasti punya rasa penasaran, maka disanalah seharusnya kegiatan belajar dimulai. Atas dasar rasa penasaran. Maka setelahnya kita mencari tahu, memahaminya, menyimpulkan dan yang paling penting, menjadi bermanfaat dengan ilmu yang kita pelajari.

 

Belajar atas dasar keingintahuan, rasanya tidak akan membuat kita lelah, dan barangkali justru membuat kita tidak akan berhenti belajar, yang memang begitulah seharusnya. Tidak pernah kita diizinkan berhenti belajar, karena ilmu pengetahuan lebih banyak dibanding waktu yang kita punya. Selain atas dasar keingintahuan, penting pula kita belajar atas dasar tanggung jawab. Tanggung jawab untuk menjadi manusia yang lebih baik dalam berbagai bidang. Tanggung jawab untuk membangun mayarakat menjadi lebih maju. Tanggung jawab diberbagai bidang ilmu.

 

Ketika telah mempelajari suatu ilmu, maka saat itu pula kita telah mengambil satu tanggung jawab, untuk menjadi manfaat dengan ilmu tersebut. Bukan malah bermegah-megah dan merasa lebih tinggi dari yang lain. 

 

Kita tidak cukup jika hanya menjadi tahu berbagai hal, apalagi menyimpan data yang tidak berguna (smog data). Sedangkan kita menyadari, hari ini ditengah kemudahan komunikasi, banyak data-data tidak berguna yang bisa kita tangkap setiap harinya. Jikapun yang kita tahu adalah hal-hal baik, kita tidak cukup hanya dengan berpengetahuan, membiarkan informasi mengendap dalam otak, karena itu tidak menjadikan manfaat. 

 

Jauh sebelum kita menjadi berpengetahuan, cerdas, dan menguasai banyak konsep, sangat penting bagi kita untuk memiliki karakter yang baik. Tangguh, jujur, berani, dan semua sifat baik lainnya. Pengetahuan, bagaimana kita bisa membuktikannya, jika kita tidak memiliki keberanian melompat dari bukit dengan sayapnya seperti Abbas bin Firnas. Bagaimana kita bisa mempertahankan kebenaran ilmu yang kita punya, jika kita tidak punya ketangguhan seperti Hamka saat mengundurkan diri dari jabatannya sebagai ketua MUI. Bagaimana kita menghindari orang-orang yang akan mencari keuntungan sendiri dengan memanfaatkan ilmu kita, jika kita tidak berani seperti Jendral Hoegeng. 

 

Sungguh kawan, belajar seharusnya bukan sekedar menambahkan informasi atau pengetahuan, dalam pendidikan harusnya sungguh diperhatikan tentang karakter. Bukankah amat sedih melihat banyak orang-orang terdidik hari ini tidak memiliki karakter baik? Bukankah sedih melihat satu lembaga punya pengawas, pengawasnya punya pengawasnya lagi dan seterusnya. Sepertinya kita harus diawasi untuk bisa bekerja dengan jujur dan benar, padahal etos kerja yang baik bisa kita bangun lewat karakter yang baik.

 

Berbicara masalah belajar,sebenarnya ilmu yang bermanfaat itu akan membawa kita menjadi orang yang berkarakter baik atau memiliki kepribadian yang baik. Akan tetapi tidak semua ilmu itu bisa bermanfaat dalam kehidupan.

 

Menuntut ilmu sendiri hukumnya adalah wajib, sebagaimana dalam hadist: 

 

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَوَاضِعُ الْعِلْمِ عِنْدَ غَيْرِ أَهْلِهِ كَمُقَلِّدِ الْخَنَازِيرِ الْجَوْهَرَ وَاللُّؤْلُؤَ وَالذَّهَبَ

 

Artinya: “Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim, dan siapa yang menanamkan ilmu kepada yang tidak layak seperti yang meletakkan kalung permata, mutiara, dan emas di sekitar leher hewan.” (HR Ibnu Majah).

 

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat th. 728 H) rahimahullaah mengatakan, “Ilmu adalah apa yang dibangun di atas dalil, dan ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dibawa oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. 

 

Imam Ibnu Rajab (wafat th. 795 H) rahimahullaah mengatakan, “Ilmu yang bermanfaat menunjukkan pada dua hal yakni : 

 

Pertama, mengenal Allah Ta’ala dan segala apa yang menjadi hak-Nya berupa nama-nama yang indah, sifat-sifat yang mulia, dan perbuatan-perbuatan yang agung. Hal ini mengharuskan adanya pengagungan, rasa takut, cinta, harap, dan tawakkal kepada Allah serta ridha terhadap takdir dan sabar atas segala musibah yang Allah Ta’ala berikan. 

 

Kedua, mengetahui segala apa yang diridhai dan dicintai Allah ‘Azza wa Jalla dan menjauhi segala apa yang dibenci dan dimurkai-Nya berupa keyakinan, perbuatan yang lahir dan bathin serta ucapan. Hal ini mengharuskan orang yang mengetahuinya untuk bersegera melakukan segala apa yang dicintai dan diridhai Allah Ta’ala dan menjauhi segala apa yang dibenci dan dimurkai-Nya. Apabila ilmu itu menghasilkan hal ini bagi pemiliknya, maka inilah ilmu yang bermanfaat.

 

Ilmu bermanfaat ini yang akan terus mengalir sampai ke akhirat sebagaimana dalam hadist : 


إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seorang manusia meninggal, terputuslah amalnya, kecuali dari tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang berdoa untuknya.” (HR. Muslim).

Begitulah gambaran ilmu yang bermanfaat, mari serius belajar tuntutlah ilmu dan jadikanlah ilmu bermanfaat di dunia sebagai bekal di akhirat. Wallahu’alam bi sowab 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *