Reforma Agraria dengan SK Biru, Apakah Dapat Menyelesaikan Konflik Agraria Dan Mensejahterakan Rakyat?

by -33 views

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Selasa, 20 Februari 2018. Para Direktur Jenderal KLHK duduk bersama rumuskan program untuk kesejahteraan rakyat salah satunya melalui Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), di Jakarta (20/02/2018).

 

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 44 tahun 2012 jo P.62 tahun 2013 diatur lebih detail terkait mekanisme Penyelesaian bidang tanah yang telah dikuasai dan dimanfaatkan dan/atau telah diberikan hak di atasnya sebelum bidang tanah tersebut ditunjuk sebagai Kawasan Hutan dilakukan dengan mengeluarkan bidang tanah dari dalam Kawasan Hutan Negara melalui Perubahan Batas Kawasan Hutan.

Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023 menggunakan prinsip ultimum remedium yaitu merupakan salah satu asas dalam hukum pidana yang menyatakan bahwa hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam penegakan hukum.

Sebagaimana Pasal 110B ayat (2) disebutkan bahwa dalam hal pelanggaran yang dilakukan oleh orang perseorangan yang bertempat tinggal di dalam dan/atau di sekitar Kawasan hutan paling singkat 5 (lima) tahun secara terus menerus dengan luasan paling banyak 5 (lima) hektar, dikecualikan dari sanksi administratif dan diselesaikan melalui penataan Kawasan hutan.

Perlu diketahui hutan di Kabupaten Banyuwangi yang mencapai 206.139,29 ha atau 35,6 % dari luas daratan Kabupaten Banyuwangi yakni 5.782,50 km². Jelas Banyuwangi juga mengikuti program Reforma Agraria ini. 

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menjelaskan, permohonan TORA tahap pertama berupa pemukiman, fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos) berjumlah 15.107 keluarga dengan luasan total 694 hektare. Luasan tersebut tersebar di 17 desa di 11 kecamatan.

Mekanisme permohonan TORA diawali dari pendataan masing-masing desa, pemasangan pal batas, dan dilanjutkan penerbitan SK Biru oleh Presiden Jokowi.

Ipuk berpesan, sesuai arahan presiden, lahan yang diberikan semuanya harus produktif. “Jangan ada yang ditelantarkan. Semuanya harus dikelola dengan baik sehingga bisa menjadi penggerak perekonomian keluarga,” tegas Ipuk. detikjatim

 

Sekilas nampak bahwa program Reforma Agraria dengan pemberian SK Biru murni untuk mensejahterakan masyarakat sekitar, akan tetapi apakah masyarakat dapat sejahtera dan tidak akan pernah terjadi konflik agraria Kembali?

 

Reforma Agraria Merupakan Bentuk Penjajahan Tidak Mampu Mensejahterakan Rakyat

Reforma Agraria ini memiliki payung hukum RUU PTuP, dari  situ nampak bahwa RUU tersebut mewarisi hukum agraria yang pernah diberlakukan pada masa kolonial yang dikenal dengan Agrarische Wet (AW) 1870. Latar belakang dan tujuan lahirnya RUU PTuP juga mirip dengan sejarah kelahiran AW 1870, di antaranya adalah: 

  1. Mempermudah modal swasta untuk memperoleh tanah dalam skala luas. 
  2. Mempercepat pembangunan industri dan perkebunan untuk pertumbuhan ekonomi. 
  3. Memberikan hak-hak privilege kepada modal swasta atas penguasaan tanah (seperti hipotik)
  4. Memberikan kewenangan dan kekuasaan yang lebih besar pada Negara untuk mencabut hak-hak tanah rakyat/pribumi.

 

RUU PTuP terdiri dari 11 bab dan 73 pasal. Dari seluruh pasal ada 20 pasal yang berpotensi melanggar dan merugikan hak-hak rakyat. Pasal yang paling krusial untuk terjadi penyalahgunaan adalah: 

  1. Pasal 4 berbunyi, pengadaan tanah untuk pembangunan meliputi untuk kepentingan umum dan swasta. 
  2. Pasal 16 berbunyi, untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan rakyat hak-hak atas tanah dapat dicabut dan memberi ganti rugi yang layak dan menurut cara yang diatur undang-undang.

Dari sinilah Nampak penjajahan gaya baru melalui Reforma Agraria, jadi bukan untuk mensejahterakan rakyat dengan adanya sertifikat biru. Sertifikat biru ini sewaktu – waktu akan dapat dicabut sesuai kepentingan pemerintah atau swasta dan akhirnya rakyat yang dirugikan.

 

Reforma Agraria Menguntungkan Kapitalis 

Pernyataan Pers Bersama Koalisi Pemantau Pembangunan Infrastruktur   (Jakarta, 24 Juli 2018) Pada 18 Juli 2018 lalu, International Bank for Reconstruction and Development (IBRD), dari World Bank Group menyetujui utang baru untuk Program Percepatan Reforma Agraria (Kebijakan Satu Peta) yang membutuhkan biaya sebesar 240 juta USD, dimana 200 juta USD tersebut berasal dari World Bank dan 40 juta USD dari Pemerintah Indonesia. Proyek ini akan berlangsung sejak 2018 sampai dengan 2023.   

Pembiayaan utang baru sebesar 200 juta USD dari Bank Dunia untuk Program Percepatan Reforma Agraria ini, di bawah Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR/BPN) sungguh tidak dapat ditolerir. (Walhi)

Dari skenario ini terlihat mengapa Presiden Jokowi segera menyelesaikan SK Biru di tahun ini, karena sesungguhnya Indonesia mengambil utang baru dan ditarget untuk menyelesaikannya tahun 2023. Akan tetapi sampai tahun 2024 ini belum selesai.

Seharusnya kita prihatin atas kondisi rakyat yang terus dibodohi dan dibiarkan menanggung hutang begitu banyak untuk menyenangkan pihak kapitalis. 

Teori Ricardian oleh Barro (1989) bahwa kebijakan utang luar negeri untuk membiayai belanja pemerintah tidak akan mempengaruhi ekonomi. Hal ini terjadi karena akan ada hutang yang harus dibayarkan di masa depan dengan cara menaikkan pajak. (Neng Dilah Nur Fadillah and Sutjipto 2018) 

Begitulah mekanisme yang dibuat oleh kapitalis yang membuat masyarakat akan hidup semakin sulit karena adanya hutang luar negeri yang semakin banyak. Pemberian SK biru tentunya nanti akan mengarah ke kenaikan pembayaran pajak oleh rakyat, bukan murni untuk kesejahteraan rakyat.

Allah lah Pemilik Hutan dan Seharusnya Dikelola Sesuai Aturan-Nya

Segala sesuatu ini milik Allah, karena segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah ciptaan Allah. Sehingga pengelolaanya pun harus sesuai dengan As Syari’ atau sang pembuat hukum yakni Allah SWT. Begitu pula dengan pengelolaan hutan. 

 

Dalam sebuah hadist yang berbunyi:

Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR Abu Dawud dan Ahmad).

 

Para ulama sepakat bahwa air sungai, danau, laut, saluran irigasi, padang rumput adalah milik bersama dan tidak boleh dimiliki/dikuasai oleh seseorang. Hutan merupakan padang rumput yang tidak boleh dikuasai oleh seorang pun baik Negara maupun swasta. Dan karena kepemilikan umum tidak seorangpun yang berhak untuk mengambil atau menguasainya, termasuk negara. Wallahu a’lam bishowab***

 

[Lilis S]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *