Eradakwah.com – Ungkapan Chandra Purna Irawan, sebagai Ketua LBH Pelita Umat praktik sistem kapitalisme secara perlahan-lahan sudah ada di Indonesia.
“Sebetulnya sistem kapitalisme ini sejak awal kemerdekaan Republik Indonesia sudah mulai dipraktikkan secara perlahan,” tuturnya dalam ILF Edisi 51: Pemerintah Mempraktikkan Ideologi/Paham Kapitalisme, Selasa (31/1/2023) di kanal YouTube LBH Pelita Umat.
Menurutnya, bila tidak boleh ada paham lain hidup di Indonesia mestinya kapitalisme dilarang. “Kalau memang ideologi dan paham lain tidak boleh hidup di Indonesia karena dianggap bertentangan dengan ideologi bangsa ini, mestinya kapitalisme juga ditolak,” tegasnya.
sejak zaman pemerintahan Sukarno sudah banyak judul buku yang mengulas praktik sistem kapitalisme di Indonesia. Landasan utama kapitalisme adalah sekuler yaitu agama tidak boleh mengatur kehidupan publik, kehidupan negara, dan agama juga tidak boleh masuk ke ranah privat. Privat dalam arti urusan dirinya dengan Tuhannya.
“Agama ditempatkan pada posisi marginal sehingga semua sektor kehidupan haruslah diatur oleh pemikiran dan kebijakan yang dibuat manusia. Ini karena agama tidak boleh masuk ke sektor publik seperti ekonomi, pendidikan, dll,” ucapnya.
Karena Tuhan tidak boleh mengatur kehidupan publik maka rakyatlah yang menentukan nasibnya sendiri yang disebut dengan sistem demokrasi. “Jadi demokrasi sekulerisme tidak dapat dipisahkan dalam konteks ideologi dalam paham kapitalisme. Rakyat akan menentukan nasibnya melalui sebuah kontestasi politik yang disebut dengan pemilu. Dalam pemilu itulah rakyat mewakilkan suaranya kepada orang-orang yang dia pilih dari yang sudah dihadirkan,” bebernya.
Ia menandaskan di dalam demokrasi yang menentukan kebenaran dan masa depan adalah suara mayoritas atau yang disebut fox populi fox dei (Suara rakyat adalah suara Tuhan). “Ini aneh. Padahal Tuhannya tadi sudah dimarjinalkan dan agama tidak boleh mengatur kehidupan tapi memposisikan rakyat itu Tuhan. Oleh karena itu yang menentukan nilai tergantung suara mayoritas. Kalau yang berdasarkan suara Tuhan itu tidak butuh suara mayoritas,” paparnya.
Sektor Hukum
Indonesia menerapkan hukum Eropa Continental karena pernah dijajah Belanda. Berarti, Sistem hukum ini berasal dari tempat lahirnya ideologi dan paham kapitalisme. Kenapa hal ini tidak dipersoalkan sedangkan ajaran Islam dituduh dan dinarasikan penuh kebohongan.
“Padahal di dalam konstitusi kita menyebutkan bahwa negara kita berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Lalu bagaimana berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa namun ajaran Tuhan dikriminalkan dan dibangun narasi kebohongan kemudian ditentang. Yang mendakwahkannya juga dikriminalkan. Terhadap paham dan ideologi sosialis maupun kapitalisme yang sejak lama dipraktikkan tidak dipersoalkan,” urainya dengan geram.
Tiga Poin Utama
Chandra menyampaikan tiga poin utama terkait penerapan sistem kapitalisme khususnya di Indonesia. Pertama, hentikan narasi pecah belah dan narasi kebohongan terhadap ajaran Tuhan. Dalam uraian terakhirnya.
“Kenapa saya menggunakan kata Tuhan karena di dalam konstitusi dinyatakan bahwa negara ini berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Bagaimana mungkin negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa sementara ajaran-ajaran Tuhan itu dikriminalkan, dibangunkan sebuah narasi kebohongan seolah-olah ajaran Tuhan itu sebuah paham dan ideologi yang berbahaya bagi ideologi negara. Katanya berdasarkan Ketuhanan tapi ajaran Tuhannya sendiri dikriminalkan. Ini kan jadi pertanyaan besar,” cetusnya.
Kedua, narasi pecah belah yang dilakukan oleh pemerintah itu sangat berbahaya karena khawatir akan terjadi gesekan di akar rumput. “Seolah-olah orang yang dituduh menyebarkan ajaran Tuhan tadi layak dipersekusi. Ini sangat berbahaya dalam konteks menjaga kesatuan bangsa kita. Oleh karenanya hentikan itu semua,” serunya.
Ketiga, mempersoalkan dakwah merupakan sebuah diskriminasi pemikiran dan persekusi terhadapnya adalah pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM ringan ataupun berat tetap sebagai sebuah kejahatan yang tidak boleh dilakukan oleh negara.