Eradakwah.com – Penyakit Tuberkulosis (TBC) menjadi suatu permasalahan yang benar-benar penting di Indonesia. Bagaimana tidak serius, tingginya angka kasus TBC dengan prevalensi yang terus mengalami peningkatan. Kenaikan angka yang dicapai melebihi 200 persen hal ini menunjukkan jumlah yang tidak sedikit.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan terjadi kenaikan sangat signifikan atas temuan kasus tuberkulosis (TBC) pada anak di Indonesia. Kenaikan itu bahkan melebihi 200 persen.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes Imran Pambudi menilai kenaikan ini terjadi lantaran banyak orang tua yang tidak menyadari gejala TBC atau tidak segera mengobati penyakitnya sehingga berimbas penularan pada kelompok rentan seperti anak-anak. (Cnnindonesia.com, 22/3/2023)
Penyakit TBC merupakan permasalahan yang sangat penting untuk segera ditangani apalagi bagi anak-anak. Bagaimanapun penyakit ini bisa berakibat fatal apabila tidak secepatnya diobati.
Dimana anggota tubuh bagian paru-paru maupun organ lain seiring waktu bakteri dapat merusaknya. Sehingga dari sinilah TBC dapat membahayakan kesehatan manusia. Apalagi Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia dengan jumlah perosalan TBC terbanyak di dunia
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) merilis data bahwa Indonesia menempati peringkat kedua di dunia dengan jumlah kasus penyakit tuberkulosis (TBC) terbanyak di dunia.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, dr Imran Pambudi pada konferensi pers daring, “Hari Tuberkulosis Sedunia 2023″ yang mengangkat tema: Ayo Bersama Akhiri TBC, Indonesia Bisa”, pada Jumat (17/3/2023). (Beritasatu.com, 22/3/2023)
Indonesia menempati peringkat kedua di dunia dengan jumlah kasus penyakit tuberkulosis terbanyak di dunia. Kondisi ini mencermikan banyak hal, mulai dari buruknya upaya pencegahan, buruknya higiene sanitasi, rentannya daya tahan, kegagalan pengobatan, rendahnya pengetahuan, hingga lemahnya sistem kesehatan dan pendidikan.
Tingginya kemiskinan dan stunting juga terbatasnya sarana kesehataan jelas memberikan kontribusi yang cukup besar. Di sisi lain fakta ini menunjukkan lemahnya berbagai upaya yang dilakukan meski sudah menggandeng ormas, bahkan kerja sama dengan Luar Negeri bahkan WHO.
Hal ini menunjukkan lemahnya sistem kapitalis yang menjadi asas pengaturan urusan saat ini termasuk dalam bidang kesehatan. Dimana sistem ini yang berkuasa hanya pada orang memiliki modal saja.
Sehingga sistem ini yang menjadikan orang sakit menjadi komoditas untuk dikapitalisasi. Dengan demikian kasus TBC tidak akan pernah selesai selama negeri ini masih menggunakan sistem kapitalisme.
Berbeda dengan sistem Islam yang dapat mengatasi masalah dari beraneka macam perkara yang dialami manusia termasuk kesehatan. Dalam menyelesaikan masalah TBC Islam akan fokus terhadap penyelesaian masalah intinya terdahulu.
Dimana permasalahannya yaitu pada penerapan sistem kapitalis yang memiskinkan umat dan peraturan pemerintah yang pro kapitalis. Sehingga pentingnya perubahan pada sistem saat ini. Karena pada hakikatnya negara memiliki peran yang sangat penting karena sebagai periayah kepentingan umat.
Islam menetapkan negara adalah pengurus rakyat, termasuk dalam penanggulangan penyakit menular ini. Negara berkewajiban melaksanakan berbagai upaya dan langkah yang komprehensif untuk menanggulangi akar masalah secara tuntas, melalui sistem kesehatan yang handal yang ditopang oleh sistem politik dan ekonomi berdasarkan Islam.
Didalam Islam negara akan menyediakan sarana prasana kesehatan terbaik dengan jumlah yang memadai. Dimana layanan ini akan mudah diperoleh masyarakat kapan pun dan dimanapun.
Disamping itu, akan disediakan kelengkapan alat kedokteran dan obat-obatan terbaik yang efektif bagi penyelesaian kasus masyarakat yang terdeteksi terpapar penyakit menular.
Adapun pelayanan kesehatan berkualitas diberikan ini diperoleh secara gratis. Karena hal ini didukung dengan anggaran negara dalam Islam berbasis baitul maal dan bersifat mutlak. Inilah solusi yang komprehensif dimiliki Islam yang akan hanya bisa terlaksana dalam Institusi Islam.
Wallahu a’lam bish shawaf.***
[Ernita S].