Oleh : Eka Kirti Anindita, S.Pd.*
Eradakwah.com – Siapa sih yang tidak takut ketika dilanda bencana? Orang yang shalatnya setahun sekali pun pasti akan merapalkan takbir dan istighfar sambil berlari atau sembunyi untuk menghindari gempa, banjir, longsor, dan bencana lainnya.
Begitulah bencana, menunjukkan kebesaran Sang Pnecipta dan betapa lemahnya manusia. Seperti yang terjadi di Banyuwangi akhir-akhir ini. Cuaca ekstrem membuat Banyuwangi tidak baik-baik saja. Masih segar dalam ingatan betapa panjang dan lama kemacetan yang terjadi di Pelabuhan Ketapang. Bahkan pada hari kelima, Kamis (6/7), panjang kemacetan diperkirakan sejauh 17 kilometer. Ternyata, salah satu penyebab kemacetan adalah karena kondisi cuaca Selat Bali yang mengakibatkan sirkulasi kapal di pelabuhan kerap terhambat.
Tak hanya menyebabkan kemacetan panjang, cuaca ekstrem yang melanda Banyuwangi beberapa hari lalu menyebabkan beberapa pohon tumbang, tanah longsor, debit air sungai meluap, hingga rumah dan masjid di Kelurahan Sobo roboh akibat terdampak hujan disertai angin kencang. Bencana alam lainnya yakni naiknya debit air sungai. yakni Sungai Badeng, Sungai Kalisetail, dan Sungai Kalilo.
Nampaknya cuaca ekstrem ini masih akan berlangsung beberapa waktu ke depan. menurut BMKG, beberapa wilayah di Jawa Timur yang perlu diwaspadai memiliki potensi cuaca ekstrem yang dapat mengakibatkan terjadinya bencana hidrometeorologi (hujan lebat, tanah longsor, puting beliung, hujan es dan genangan air) pada periode 07 – 13 Juli 2023, salah satunya adalah kabupaten Banyuwangi.
Walaupun keadaan sudah mulai membaik, tapi kita jangan tenang dulu. Beberapa bulan lalu BMKG juga telah memaparkan adanya potensi gempa bumi megathruth di selatan Jawa yang berpusat di Laut Samudera Hindia. Gempa dengan magnitudo 8,7 ini dapat memicu tsunami di sepanjang pantai selatan dengan ketinggian mencapai kurang lebih 22 meter dengan jangkauan rendaman hingga 1 sampai 2 kilometer. Apakah Banyuwangi akan terdampak? Sangat mungkin.
Bencana merupakan fenomena alam, qadla Allah, sehingga manusia tak kuasa untuk menolaknya bahkan harus ridho dalam menerimanya. Itu memang benar. Tapi sebagai seorang yang berakal, mengambil hikmah dari peristiwa yang terjadi adalah suatu keharusan. Bencana yang silih berganti mendekap Banyuwangi bahkan Indonesia bisa menjadi peringatan dari Sang Pencipta –yakni Allah- melalui alam kepada manusia.
Peringatan atas apa? Yakni ada dosa dan kemaksiatan yang dilakukan manusia, akibat tidak mengamalkan dan menerapkan syariatNya. Sebagaimana dalam firmanNya,
“Telah tampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (QS Ar-Rum: 41).
Saat menafsirkan Qur’an surat ar-Ruum ayat 41 di atas, Ibnu Katsir mengutip pernyataan dari Abu al-‘Aliyah terkait perusakan bumi. Kata Abu al-‘Aliyah, “Siapa saja yang bermaksiat kepada Allah di bumi sungguh maka ia telah merusak bumi. Sungguh kebaikan bumi dan langit adalah dengan ketaatan kepada Allah (Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adzim 320/6).
Jika kita kaitkan firman Allah tersebut dengan realitas masyarakat saat ini maka sangat klop. Betapa banyak kemaksiatan dan kedzaliman merajalela. Narkoba dan seks bebas sudah biasa, perampokan, pembegalan, bahkan pembunuhan hapir tiap hari terjadi. Pemerkosaan hingga mutilasi bukan hal asing lagi, korupsi menjadi-jadi, perusakan hutan dengan alih fungsi lahan semakin marak dilakukan, riba dan aktivitas yang mengandung kesyirikan dilestarikan. Jika hal ini terus terjadi, maka jangan heran jika bencana sebagai peringatan dariNya akan silih berganti mendekap kita.
Pilihan di tangan kita. Mau terus terjadi bencana atau menyudahinya?
Kalau ingin segera mengakhiri bencana maka kita harus bertaubat kepada Allah. Taubat harus dilakukan oleh segenap komponen bangsa, termasuk para penguasa dan pejabat negara. Memohon ampun atas segala dosa dan berusaha untuk taat dengan menjalankan seluruh syariatNya, tanpa pilih-pilih, tanpa nanti, dan tanpa tapi. Wallahua’lam…
* (Aktivis Komunitas Istri & Ibu Shalihah)