Eradakwah.com – Operator Tambang Emas Tumpang Pitu Banyuwangi, PT Bumi Suksesindo, mengajukan penambahan kapasitas produksi meliputi peremukan bijih, penumpukan, dan pengolahan emas menjadi 2 kali lipat dari 4 juta ton menjadi 8 juta ton per tahun pada 2019. (kompas.com)
Target kenaikan produksi itu, kata Presiden Direktur PT Bumi Suksesindo Adi Adriansyah Sukri, sejalan dengan ekspansi lapisan oksida sebesar dua kali lipat di wilayah kerja operasi Tujuh Bukit di Banyuwangi. (kompas.com)
Tumpang pitu awalnya ditambang oleh warga setempat dengan peralatan sederhana. Setelah diketahui besarnya tambang akhirnya para investor pun Asing pun datang untuk mengelola tambang tersebut.
Akhirnya kondisi ini membuat masyarakat setempat tidak bebas lagi menambang emas tersebut seperti sedia kala.
Tumpang pitu merupakan gunung kecil atau bukit yang jumlahnya ada tujuh bukit.
Warga sekitar pun sebenarnya tidak menginginkan penambangan emas besar-besaran di Tumpang Pitu, termasuk ekspansi tambang emas di gunung Salakan.
Kerusakan akibat penambangan oleh PT. Bumi Suksesindo diantaranya air tanah menjadi kering, sehingga warga kesulitan mendapatkan air untuk kebutuhan sehari-hari mereka.
Hal ini terjadi karena hilangnya pegunungan, dan berbagai ekosistem penutup lahan atau tumbuhan di tumpang pitu yang secara tidak langsung berakibat air tanah menjadi kering karena tidak ada lagi penyerapan air hujan kedalam tanah akibat gundulnya hutan dan hilangnya perbukitan karst.
Selain itu penambangan yang berada pada titik vital sebuah wilayah, dimana mereka menghilangkan barier alam pelindung tsunami.
Masyarakat sekitar juga khawatir jika dengan gundulnya bukit atau bahkan habis, akan mengulangi peristiwa tsunami yang pernah terjadi pada 3 Juni 1994.
Sebenarnya apa yang menjadi masalah utama penambangan emas di Tumpang Pitu dan bagaimana seharusnya pengaturan terkait dengan pengelolaan emas yang benar?
Menyibak Akar Masalah
Menambang adalah suatu hal yang sudah lazim terjadi untuk mengelola barang tambang apapun termasuk emas.
Mengapa kekayaan alam emas ini tidak mampu mensejahterakan kehidupan masyarakat dan justru menimbulkan kerusakan?
Hal ini berawal dari paradigma berpikir bahwa para pemilik modal bebas memiliki apa pun atau menguasai apa pun termasuk SDA untuk mendapatkan keuntungan yang menjulang.
Para kapital atau pemilik modal selalu berpikir bagaimana mengeluarkan modal sekecil-kecilnya untuk mendapat hasil yang sebesar-besarnya.
Begitulah paradigma berpikir yang dibangun oleh ekonomi Kapitalis, yang memiliki prinsip kebebasan dalam memiliki segala sesuatu untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Jika alasan masyarakat tidak mampu mengelola karena ketidakmampuan SDM atau tidak memiliki peralatan yang memadai sehingga butuh investor, ini merupakan paradigma yang dibangun oleh para kapital agar bisa masuk dan menguasai aset SDA yang begitu banyaknya di Indonesia termasuk Banyuwangi.
Ketika kerjasama pengelolaan dengan pihak swasta disepakati maka yang terjadi adalah pengelolaan penuh akan diambil oleh pihak swasta dan negara hanya diberikan keuntungan berapa persen nya saja dari pengelolaan tersebut.
Tentunya presentasi bagi hasil lebih banyak ke tangan mereka dari pada ke negara atau ke wilayah yang memiliki kekayaan SDA tersebut.
Lalu sebenarnya bagaimana pengaturan tambang emas menurut pandangan Islam?
Pengelolaan Emas dalam Islam
Berbicara masalah pengelolaan emas ini tidak terlepas dalam pembahasan pengelolaan masalah kepemilikan dalam Islam.
Jika dalam kapitalis diberi kebebasan untuk memiliki segala sesuatu tanpa batas, berbeda halnya dalam Islam.
Islam membagi pengelolaan kepemilikan menjadi tiga yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum, kepemilikan negara.
1. Kepemilikan individu
Kepemilikan individu merupakan harta milik individu yang boleh dikelola sendiri oleh individu tersebut tanpa batas.
Misalnya air dalam sumur, airnya mau dikelola sebagai air kesehatan kemudian dijual itu diperbolehkan.
Berbeda halnya dengan sumber mata air yang melimpah dan bisa untuk memenuhi hajat hidup orang disekitar, maka sumber mata air tersebut tidak diperbolehkan untuk dikelola secara individu akan tetapi harus dikelola negara untuk kepentingan hajat hidup masyarakat.
2. Kepemilikan Umum
Kepemilikan umum merupakan kepemilikan bersama oleh masyarakat untuk sama-sama memanfaatkan suatu barang atau harta.
Benda-benda yang termasuk kedalam kategori kepemilikan umum adalah benda-benda yang telah dinyatakan oleh Asy-Syari’ memang diperuntukan untuk suatu komunitas masyarakat.
Benda-benda yang termasuk ke dalam kepemilikan umum sebagai berikut: fasilitas umum, barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya.
Rasulullah telah menjelaskan akan ketentuan benda-benda yang termasuk ke dalam kepemilikan umum. Ibnu Abbas menuturkan bahwa Rasulullah bersabda :
“Kaum Muslimin bersekutu dalam tiga hal : air, padang dan api “. (HR. Abu Dawud)
Anas meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas tersebut dengan menambahkan : wa tsamanuhu haram (dan harganya haram ). Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda :
“Ada tiga hal yang tidak akan pernah dilarang (untuk dimiliki siapapun): air, padang dan api “. (HR.Ibnu Majah)
Mengenai barang tambang, dapat diklasifikasikan ke dalam dua: (1) Barang tambang yang terbatas jumlahnya, yang tidak termasuk berjumlah besar menurut ukuran individu. (2) Barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya.
Barang tambang yang terbatas jumlah dapat dimiliki secara pribadi.
Adapun barang tambang yang tidak terbatas jumlahnya, yang tidak mungkin dihabiskan, adalah termasuk milik umum, dan tidak boleh dimiliki secara pribadi.
Imam At Tirmidzi meriwayatkan dari Abyadh bin hamal:
“Sesungguhnya ia pernah meminta kepada Rasulullah saw untuk mengelola tambang garamnya. Lalu beliau memberikannya. Setelah ia pergi, ada seorang dari majlis tersebut bertanya, “wahai Rasulullah, tahukah engkau, apa yang engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya engkau telah memberikan sesuatu yang bagaikan air yang mengalir.” Rasulullah kemudian bersabda, “kalau begitu, cabut kembali tambang itu darinya.” (HR. At Tirmidzi)
3. Kepemilikan Negara
Kepemilikan Negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim, sementara pengelolaannya menjadi wewenang Negara.
Yang termasuk harta Negara adalah fai, Kharaj, Jizyah dan sebagainya.
Perbedaan harta kepemilikan umum dan Negara adalah, harta kepemilikan umum pada dasarnya tidak dapat diberikan Negara kepada individu. Sedang harta kepemilikan Negara dapat diberikan kepada individu sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.
Begitulah gambaran pengaturan kepemilikan dalam Islam. Sehingga tidak ada pihak yang terdzolimi. Termasuk masalah pengelolaan emas yang merupakan kepemilikan umum.
Hal ini berarti emas tidak boleh dikuasai oleh individu, harus dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kembali kepada masyarakat untuk kesejahteraan mereka.
Wallahu’alam bishowab. ***
[Lilis Sulistyowati, S.E]