Eradakwah.com – #IndonesiaGelap masih menjadi trending topik di “X” hingga hari ini (21/2), trending topik yang diinisiasi oleh mahasiswa dan masyarakat umum ini adalah bagian dari respon atas Instruksi Presiden (Inpres) No. 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran yang berdampak luas terhadap kondisi masyarakat. Kebijakan ini dinilai tidak bijak oleh sebagian pengamat, karena tidak berdasarkan kajian yang matang.
Respon lain yang turut mewarnai #IndonesiaGelap adalah munculnya tagar #Kaburajadulu ke luar negeri, sebagai bentuk kekecewaan masyarakat atas kondisi negeri ini yang tak baik-baik saja.
Jika kita telaah kembali, banyak problematika yang muncul di tengah masyarakat merupakan efek domino dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang pro oligarki seperti UU Cipta Kerja dan beberapa UU lainnya.
Akar Permasalahan
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran ditengarai untuk menunjang program prioritas presiden, diantaranya Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk anak-anak sekolah yang memakan anggaran biaya tak sedikit.
Hal ini menyebabkan pemangkasan berbagai anggaran termasuk diantaranya anggaran pendidikan, yang berdampak besar pada operasional pendidikan dan memicu naiknya UKT di berbagai PTN.
Ironisnya, disaat anggaran berbagai kementerian dipangkas yang notabene untuk kepentingan rakyat, justru Kabinet Merah Putih (Kabinet menteri bentukan Prabowo) malah sangat gemuk.
Tercatat jabatan kementerian sekitar 48 menteri, 5 setingkat menteri, dan 56 wakil menteri dan termasuk dalam jumlah kabinet tertinggi (baca: tergemuk) selama Indonesia merdeka.
Akar permasalahan dari efisiensi anggaran ini, termasuk berbagai kebijakan yang ada adalah paradigma kapitalistik yang menganggap negara hanya sebagai regulator (pengatur dan pengendali kebijakan atas kehidupan negar) yang membiarkan rakyatnya berupaya bertahan hidup sendiri.
Hal ini memungkinkan oligarki (segelintir elite pemilik kekuasaan) untuk cawe-cawe pembuatan kebijakan yang menguntungkan mereka.
Hal ini menjadikan oligarki bebas melenggang untuk memiliki dan menguasai berbagai sektor. Sebut saja misalnya kasus terakhir yang terjadi, kasus pagar laut di perairan Tangerang hingga Banten, kasus Rempang, Wadas, dan berbagai konflik agraria lain.
Selain itu banyak juga yang berkaitan dengan kepemilikan tambang di Indonesia yang diserahkan kepada asing maupun oligarki nasional yang notabene adalah milik rakyat.7
Semua ini tidak terjadi secara meluas di negeri-negeri kaum muslimin (termasuk Indonesia) kecuali pasca jatuhnya Khilafah terakhir (Khilafah Ustmaniyah) dan digantikannya dengan sistem kapitalisme yang menguasai dan mencengkram negeri muslim.
Kapitalisme dengan asas sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) telah menjadikan Islam sebatas agama ritual saja, yang tidak memberikan peran apapun selain pada ranah privat. Inilah akar masalah negeri ini dan berbagai problematika cabang yang muncul akibat penerapannya.
Islam Politik dan Kesempurnaan Syari’at-Nya
Tak bisa dipungkiri, pembatasan peran Islam dalam kehidupan telah menjadikan kehidupan sempit. Kondisi yang terjadi ini, hanyalah salah satu dari sekian banyak masalah hari ini.
Hal ini berakar dari penerapan sistem Kapitalisme dengan asas sekulerismenya yang menihilkan peran Islam sekedar pada kehidupan privat . Alhasil, #IndonesiaGelap menjadi keniscayaan selama tidak ada perubahan mendasar yang dilakukan untuk mengubah sistem kehidupan termasuk sistem kenegaraan yang ada.
Islam dengan sistem politiknya telah secara empiris maupun historis mampu untuk menjadikan Indonesia emas bukan hanya pada tahun 2045, namun dengan keyakinan 100% mampu untuk diwujudkan dengan waktu yang lebih singkat sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al A’raf ayat 96 yang berisi tentang keimanan penduduk suatu negeri yang diberikan kenikmatan dari langit dan bumi.
Hal ini tidak dapat dicapai kecuali dengan cara menerapkan sistem Islam dalam berbagai aspek kehidupan termasuk sistem kenegaraan.***
Ghea R [Aktivis]