Kapankah Kita Merdeka dari Pajak? – Diskusi Hangat Angkringan Dakwah #11

by -12 views
Kapankah Kita Merdeka dari Pajak?
Kapankah Kita Merdeka dari Pajak? foto by eradakwah.com

Eradakwah.com – Jember – Angkringan Dakwah #11 kembali hadir di tengah carut-marutnya kondisi negeri. Tema kali ini cukup menggelitik: “Kapankah Kita Merdeka dari Pajak?” Diskusi yang digelar pada Ahad malam (31/8) menghadirkan dua narasumber, yakni Bung Eko, S.H., M.H (praktisi hukum) dan Bung Nuris, S.Si (peneliti kebijakan publik). Acara dipandu hangat oleh Mas Ardi sebagai host, membuat suasana cair namun tetap penuh bobot.

Sejak awal, pertanyaan demi pertanyaan bergulir, ditujukan secara bergantian pada narasumber. Audiens pun terlihat antusias, menyimak sekaligus mengajukan pandangan kritis mereka.

Pajak: Stabil, tapi Menyimpan Masalah

Dalam paparannya, Bung Eko menjelaskan alasan pajak dijadikan sumber utama pendapatan negara. “Setidaknya ada dua alasan: pertama, pajak dianggap stabil dan berkelanjutan; kedua, pajak dilihat sebagai kewajiban warga negara yang bahkan kerap disebut sebagai kebanggaan bila sudah membayarnya,” ujarnya.

Namun menurutnya, logika tersebut rapuh. Indonesia sejatinya memiliki sumber daya alam (SDA) yang berlimpah dan mampu menyejahterakan rakyat tanpa harus menumpukan harapan pada pajak. “Ambil contoh batubara, produksinya mencapai 830,48 juta ton. Dari satu komoditas ini saja nilainya bisa setara bahkan tiga kali lipat dari APBN kita. Sayangnya, sistem kapitalisme hari ini tidak mengakomodir potensi itu untuk rakyat,” tegas Eko.

Di akhir pemaparannya, ia menambahkan pesan inspiratif: “Kita harus terus belajar dan berada di barisan orang-orang yang peduli pada bangsa ini.”

Narasi Semu Negara Berbasis Pajak

Sementara itu, Bung Nuris mengajak peserta untuk mengkritisi narasi populer bahwa negara maju bertumpu pada pajak. “Itu narasi semu. Faktanya, itu hanyalah pembenaran dari pemerintah yang malas mencari jalan lain untuk menyejahterakan rakyat,” ucapnya.

Ia menambahkan, dalam literatur Islam klasik, istilah dharibah memang ada, tetapi berbeda jauh dari pajak hari ini. “ Dharibah hanya diambil dalam kondisi darurat, ketika kas negara benar-benar kosong, dan itu pun hanya dibebankan kepada orang kaya. Jelas berbeda dengan sistem pajak modern yang menyasar semua lapisan masyarakat,” jelas Nuris.

Lebih jauh, ia menegaskan, “Pajak tidak bisa disamakan dengan zakat. Keduanya berbeda secara hakikat dan tujuan. Maka, selama sistem ekonomi ribawi dan kapitalistik ini masih bercokol, kita tidak akan pernah merdeka dari pajak.”

Islam sebagai Solusi Alternatif

Diskusi pun ditutup dengan penekanan penting: perlunya arah baru dalam melihat solusi ekonomi. “Kita butuh sistem yang tidak berbasis pajak ala kapitalisme maupun sosialisme. Sebagai muslim, pandangan kita harus kembali kepada Islam yang sempurna dan paripurna,” pungkas Nuris.

Acara Angkringan Dakwah #11 ini berjalan lancar dan hangat. Para peserta pulang dengan membawa banyak pelajaran, sekaligus harapan bahwa diskusi semacam ini bisa terus mencerdaskan umat dan menghadirkan solusi nyata bagi problematika bangsa.***

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *