Beberapa pekan yang lalu pemerintah telah mengeluarkan kebijakan mengenai alat kontrasepsi untuk anak usia sekolah dan remaja. Namun adanya peraturan tersebut dianggap telah melegalkan hubungan seksual pada anak sekolah ataupun remaja. Bahkan aturan yang tertuang pada PP Nomor 28 Tahun 2024 telah menuai kontroversi.
Presiden Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Dalam Pasal 103 PP yang ditandatangani pada Jumat, 26 Juli 2024 itu, disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi (tempo.co, 6/8/2024). Disisi lain, Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih mengecam terbitnya peraturan pemerintah yang memfasilitasi penyediaan alat kontrasepsi bagi siswa sekolah atau pelajar. “(Beleid tersebut) tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama,” ungkapnya dilansir dari keterangan resmi, Minggu (4/8). Menurutnya, penyediaan fasilitas alat kontrasepsi bagi siswa sekolah ini sama saja membolehkan budaya seks bebas kepada pelajar (mediaindonesia.com, 6/8/2024).
Dalam peraturan tersebut terdapat pasal layanan kesehatan reproduksi atas nama seks aman salah satunya dengan menyediakan kontrasepsi untuk anak sekolah dan remaja. Hal ini menjadi kebijakan yang mengantarkan generasi menuju perilaku yang akan membawa kerusakan pada masyarakat. Dimana peraturan yang telah dikeluarkan menunjukan bahwa negara seolah melegalkan seks bebas pada generasi. Meskipun diklaim solusi untuk kesehatan reproduksi, namun peraturan tersebut jelas menghalalkan perzinahan yang haram hukumnya.
Aturan tersebut sebagai wujud nyata liberalisasi tingkah laku yang telah mengakar di negeri ini. Inilah potret rusaknya masyarakat dan abainya negara terhadap masa depan bangsa. Aturan yang dilegalkan meneguhkan negeri ini sebagai negara sekuler yang mengabaikan aturan agama. Sekuler yakni suatu paham yang memisahkan agama dari pengaturan kehidupan yang menjadikan kepuasan jasmani sebagai tujuan. Dampak kerusakan perilaku akan semakin marak dan membahayakan masyarakat dan generasi.
Begitu juga dengan masyarakat seharusnya tidak hanya diam terhadap kebijakan yang memandang dosa remeh kepada Allah. Karena ini disebabkan oleh suatu bentuk kemaksiatan yang terorganisir atau sistemis. Aturan yang telah dilegalkan seharusnya menyadarkan bahwa walaupun negara yang warganya mayoritas muslim namun aturan yang diterapkan menggunakan sekuler.
Pandangan kapitalisme liberalisme menjadikan upaya kesehatan sistem reproduksi yang ada semakin menguatnya ancaman berbagai penyakit menular seksual dan meluasnya kerusakan perilaku di masyarakat. Bahkan sistem ini membentuk peradaban dengan gaya hidup hedonis, materialis, dan individulis ditengah-tengah masyarakat. Sistem sekulerisme kapitalisme akan menjauhkan generasi dari jati diri sebagai muslim. Adapun kerusakan perilakunya akan semakin buruk dirasakan. Dimana ditengah-tegah masyarakat sudah tidak lagi ada standar halal haram. Sehingga masyarakat cenderung tak acuh terhadap perilaku bebas yang terjadi pada remaja dengan alasan hal tersebut urusannya masing-masing. Bahkan masyarakat saat ini enggan untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Selama masih menerapkan sistem ini kebijakan melakukan kemaksiatan akan terus berkembang atas nama liberalisasi.
Berbeda dengan sistem Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan yang menggunakan aturan Islam. Dalam pandangan Islam bahwa kewajiban negara tidak boleh lalai sedikitpun untuk mewujudkan kemaslahatan dan menjaga agama pada masyarakat. Karena negara menjadi pihak yang paling bertanggung jawab terhadap keberadaan masyarakat yang telah ditentukan oleh syariat Islam.
Negara dalam Islam memiliki peran sebagai pengurus umat (raa’in) dan pelindung (junnah). Sehingga negara harus memanfaatkan kekuasaannya untuk menjaga umatnya agar selalu patuh terhadap syara’. Pada dasarnya pemimpin menerapkan hukum Allah atas rakyat dan bertanggung jawab langsung kepada Allah atas kepemimpinannya.
Begitu pun dalam membuat kebijakan negara tidak boleh yang bertentangan dengan syariat Islam seperti melegalkan perzinahan. Islam mewajibkan negara membangun kepribadian Islam pada setiap individu. Untuk mewujudkannya negara akan menerapkan sistem Islam secara kaffah termasuk dalam sistem pendidikan dan melakukan edukasi melalui berbagai sarana khususnya media.
Pendidikan yang diberikan kepada peserta didik benar-benar dijauhkan dari pemahaman yang merusak aqidah. Seperti paham sekulerisme, kapitalisme, liberalisme dan lain-lain. Masyarakat akan diberi pemahaman yang shahih mengenai hakikat hidup bahwa kebahagiaan yang hakiki untuk meraih ridha Allah. Sehingga setiap individu akan beramal sesuai Islam yang tidak menyalahi syariat.
Selain itu juga akan menerapkan sistem sanksi sesuai Islam yang secara tegas dan menjerakan. Sehingga dapat mencegah masyarakat untuk berperilaku liberal ataupun melakukan kemaksiatan. Oleh karena itu, kehadiaran Islam sebagai peradaban tidak hanya akan mencetak individu yang bertakwa namun melahirkan generasi yang gemilang. Hal ini hanya terwujud dalam negara yang menerapkan Islam secara keseluruhan. Wallahu a’lam bish shawaf
Ernita Setyorini S.Pd
(Pendidik)