Eradakwah.com – Angka perceraian yang semakin meningkat di suatu negeri menunjukkan tanda rapuhnya pondasi keluarga.
Ketika konflik dalam rumah tangga tak mampu terselesaikan, perceraian menjadi solusi untuk mengakhiri pernikahan yang telah lama dibangun.
Sehingga gugat cerai merupakan jalan tengah yang tak hanya dilakukan oleh suami namun juga dapat digugat oleh istri.
Menjelang akhir tahun 2022, tercatat angka perceraian di Banyuwangi mencapai 5.557 kasus. Sebagian besar perkaranya gugat cerai atau perceraian yang diajukan istri. Pengadilan Agama (PA) Banyuwangi mencatat, tren istri gugat cerai suami dilaporkan cukup tinggi.
Perkara tersebut jauh lebih tinggi dibanding suami talak istri. “Dari jumlah pengajuan perceraian tahun ini, istri menjadi pihak yang paling banyak mengajukan perceraian, yakni 4.160 orang.
Sisanya 1.814 perceraian diajukan oleh sang suami,” jelas Panitera PA Banyuwangi, Subandi saat dikonfirmasi, Rabu (7/12/2022). (Detik.com, 17/1/2023)
Dari data tersebut yang mengajukan perceraian yang paling banyak dari pihak istri bukan dari pihak suami.
Adapun penyebab perceraian ini bisa sangat beragam seperti alasan dari ekonomi, pertengkaran suami istri sampai Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), dan meninggalkan tempat kediaman. Selain itu bisa juga disebabkan dari penggunan media sosial yang digunakan sehari-hari.
Pengadilan Agama (PA) Banyuwangi, Jawa Timur mencatat pemicu perceraian di Banyuwangi akibat penggunaan media sosial atau medsos. Saat ini angka perceraian yang dipicu medsos mencapai 30 persen.
Panitera PA Banyuwangi, Subandi mengatakan, penggunaan medsos menjadi salah satu faktor penyumbang perceraian pasangan suami istri.
Banyak dari pasangan yang memutuskan untuk bercerai lantaran hadirnya pihak ketiga yang ditemui dari medsos. “Sejak sekitar 2010, media sosial menyumbang cukup besar alasan pasangan untuk bercerai,” katanya, Senin (5/12/2022). (Jatim.Times.co.id, 17/1/2023)
Data ini menunjukkan adanya kecenderungan bahwa kasus perceraian sebagian besar digugat oleh istri. Perubahan gugatan perceraian yang awalnya sering dilakukan oleh suami sekarang mengalami perubahan. Hal ini menjadi tanda tanya besar, disisi lain dari banyaknya tingkat perceraian di Banyuwangi.
Lantas mengapa fenomena ini bisa terjadi? Permasalahan ini bisa terjadi karena tidak ada lagi hukum-hukum yang melindungi keutuhan keluarga. Sangat ironis suami istri di era modern yang mempunyai taraf pendidikan yang tinggi namun masih mengalami retakan rumah tangga. Hal ini semua disebabkan oleh kehidupan sekuler.
Sekuler merupakan suatu paham yang memisahkan agama dari kehidupan termasuk dalam politik dan negara.
Dimana para sekularis mengambil sebagian hukum agama dan mencampakkan sebagian hukum yang lain. Sehingga sekulerisme tidak dapat dijadikan sebagai tolak ukur bahkan akan membawa keburuka. Oleh karena itu hanya Islam yang mampu mengatasi permasalahan umat termasuk dalam perkara perceraian.
Di dalam sistem Islam yang menjadikan cerai atau talak berada ditangan suami. Dan diperintahkan agar suami melakukan berbagai cara untuk mengatasi segala permasalahannya sehingga dapat terhindarkan dari yang namanya perceraian. Meskipun menurut pandangan Islam perceraian merupakan sesuatu yang halal namun dibenci oleh Allah SWT.
Dengan aturan Islam yang diterapkan kehidupan rumah tangga akan berjalan dengan optimal yang sesuai syariat. Dimana ada hukum yang harus diterapkan oleh beberapa pihak yang tidak hanya dilakukan suami istri. Adapun pihak yang bersangkutan yaitu masyarakat dan negara yang saling mendukung untuk menjaga keutuhan keluarga.
Selain itu, di dalam sistem Islam masyarakat akan membentuk keluarga yang memiliki visi misi yang seragam untuk berumah tangga yang sesuai dengan ajaran Islam. Sehingga dapat menghadapi permasalahan dari internal maupun eksternal. Karena pada hakikatnya masyarakat yang Islami memiliki peran yang sangat penting dalam keluarga.
Adapun negara harus menganalisis lebih jauh penyebab dari perceraian yang bisa mengalami peningkatan. Selain itu, negara harus memastikan dengan penerapan hukum syariat yang dijalankan pada keluarga. Dengan demikian keluarga akan memperoleh kesejahteraan dalam menaungi kehidupan rumah tangga yang akan melahirkan generasi yang bertakwa.
Wallahu a’lam bish shawaf. ***
Ernita S.