Ramadan di Tengah Keterpurukan Umat

by -14 views

Eradakwah.com – Bulan Ramadan telah menginjak pekan kedua, semangat Kaum Muslimin berkobar untuk terus berlomba-lomba beramal shalih. Beragam amal shalih pun dilakukan setiap waktu dan di mana pun mereka berada.

Dimulai dari puasa Ramadan, tilawah Al-Qur’an, infaq kepada sesama saudara Kaum Muslimin, hingga aktivitas dakwah yang mengajak Kaum Muslimin lainnya untuk bersemangat mengisi bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan ketakwaan.

Hal ini lumrah terjadi mengingat pahalanya sangat besar dan berlipat ganda di sisi Allah SWT, terlebih lagi karena Ramadan datang hanya sekali dalam satu tahun.

Mereka pun sadar betul untuk berupaya menjadikan Ramadan ini Ramadan terbaik sepanjang hidupnya, berharap setelah Ramadan mereka menjadi orang-orang yang digambarkan oleh Allah SWT sebagai orang-orang yang bertakwa, sebagaimana dalam firman-Nya:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183).

Ayat ini menjadi motivasi utama bagi Kaum Muslimin untuk beramal shalih sebaik mungkin, agar selepas Ramadan mereka menjadi hamba Allah SWT yang bertakwa, yakni hamba yang memiliki derajat tertinggi di sisi-Nya.

Mereka adalah hamba yang senantiasa mendengar dan taat kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Inilah cita-cita tertinggi Kaum Muslimin yang lurus, yang berharap ridha Allah SWT sebagai tujuan utama hidup mereka.

Ramadan di Bawah Ketertindasan!

Namun sayangnya, kebahagiaan di tengah bulan Ramadan ini tidak bisa dirasakan dengan khidmat oleh sebagian Kaum Muslimin yang masih terjajah dan tertindas oleh tiran di negeri-negeri mereka.

Sebagian dari mereka harus menghadapi pahitnya penjajahan, yang merampas tanah, menodai kehormatan diri, bahkan menumpahkan darah-darah mereka.

Lebih dari 46.000 jiwa melayang di Palestina akibat penjajahan Zionis Israel. Sebagian dari mereka diusir dari tanah mereka dan terpaksa menjalani Ramadan tahun ini dengan tragis, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya setelah keruntuhan Khilafah.

Meski demikian, mereka menjalani Ramadan dengan keimanan dan harapan yang tak pernah pudar akan pertolongan dari Allah, sembari terus menyeru dan mengharap pertolongan dari saudara seiman untuk membebaskan mereka dari penjajahan.

Sementara itu, rakyat Suriah telah mengalami penderitaan dan penindasan panjang lebih dari setengah abad lamanya di bawah rezim tiran antek Amerika.

Di bawah rezim Assad, rakyat Suriah mengalami penindasan brutal yang menewaskan puluhan hingga ratusan ribu Kaum Muslimin. Pengepungan Aleppo dan Ghouta menjadi di antara bukti kebiadaban Asad.

Tatkala mereka menginginkan tegaknya Khilafah, Asad merespon dengan serangan-serangan membabi buta.

Saydnaya, penjara terkenal di Suriah, menjadi simbol kekejaman Rezim Asad. Rakyat Suriah ditahan dan disiksa sedemikian rupa hingga tewas. Meski Asad telah tumbang, kondisi Suriah belum stabil dan masih menghadapi situasi yang memilukan.

Di Tiongkok, Muslim Uighur—etnis Muslim minoritas di wilayah Xinjiang dengan akar keislaman yang kuat—mengalami penindasan dari rezim Tiongkok.

Strategi Sinifikasi atau Cinaisasi adalah upaya untuk melebur—baca: memaksakan— budaya Uighur dengan budaya China sesuai dengan identitas nasional China. China berupaya menghilangkan budaya Uighur yang notabene adalah budaya Islam.

Muslim Uighur diawasi dengan ketat, pengajaran Islam dibatasi, bahkan ratusan ribu dari mereka dikirim ke kamp re-edukasi yang sesungguhnya adalah kamp deislamisasi.

Kamp tersebut diawasi dengan sangat ketat, bertujuan menanamkan doktrin komunisme atas Muslim Uighur. Mereka yang berpegang teguh dengan Islam akan dipukuli, dipasung, diisolasi, dan mengalami berbagai macam hukuman lainnya.

Di seberang China, Kaum Muslim di wilayah Kashmir dan Jammu di bawah Rezim Modi mengalami kondisi yang sangat sulit. Mereka hidup di bawah pendudukan India yang mayoritas Hindu.

Sejak pencabutan otoritas khusus di wilayah Kashmir dan Jammu tahun 2019, Kaum Muslim di sana tidak bisa leluasa untuk beribadah dan berpolitik. Otoritas Modi memberi tekanan terhadap mereka, termasuk dengan penangkapan massal aktivis-aktivis yang mengkritik kebijakan Modi, larangan dan pembatasan ibadah, serta militerisasi wilayah Kashmir dan Jammu yang masif dan represif hingga hari ini.

Sementara itu, Kaum Muslim Rohingya di Myanmar telah terusir dari negeri mereka. Mereka hidup terlunta-lunta di tengah ganasnya lautan dan berharap pertolongan di negeri Muslim lainnya.

Namun, sebagian justru enggan menerima mereka, padahal mereka adalah bagian dari Kaum Muslim yang wajib ditolong. Pengungsi Rohingya di berbagai negeri lain pun mengalami permasalahan serupa.

Hal yang sama terjadi di berbagai negeri Muslim lainnya. Berbagai problematika datang silih berganti, semakin menyempitkan kehidupan mereka. Lalu, apakah kita ridha dengan kondisi ini?

Ramadan Bulan Perjuangan dan Momentum Perubahan!

Kaum Muslim tidak pernah mundur dari posisinya sebagai Khoiru Ummah (umat terbaik) selama mereka berpegang teguh pada tali agama Allah SWT. Tatkala mereka mulai melepas simpul-simpul Islam, lepas pula kemuliaan mereka.

Kaum Muslim diperebutkan oleh orang-orang kafir penjajah seperti memperebutkan makanan. Allah SWT mencabut rasa takut dalam dada musuh-musuh Islam dan menanamkan dalam dada Kaum Muslim sifat wahn (cinta dunia dan takut mati).

Kondisi demikian mulai terjadi tatkala Kaum Muslim abai terhadap hukum yang Allah SWT turunkan dalam urusan dunia mereka. Hal ini meliputi hukum Allah dalam segala bidang, termasuk politik, pemerintahan, ekonomi, hukum, dan berbagai aspek lainnya.

Kesempurnaan dan menyeluruhnya syari’at Islam ditinggalkan dan diganti dengan hukum buatan manusia yang rusak dan merusak.
Sementara itu, berbanding terbalik dengan teladan kita, Rasulullah saw., yang sepanjang hidupnya tidak pernah berhenti berjuang hingga agama Allah tegak di muka bumi.

Beliau saw. senantiasa menjadi yang terdepan dalam melaksanakan hukum-hukum Allah yang diikuti oleh para sahabat radliyAllahu ‘anhum di setiap bidangnya. Beliau saw. rela berdakwah meski kaumnya menentangnya dengan mencaci dan mencela, tetapi beliau tidak pernah mundur sedikit pun.

Tak terkecuali di bulan Ramadan, justru di bulan ini beliau semakin giat menyebarkan dakwah Islam. Beliau berjuang bersama Kaum Muslimin lainnya untuk berjihad dan menyebarkan agama Allah.

Semua ini menunjukkan bahwa Ramadan bukanlah momen untuk bersantai-santai, justru Ramadan adalah momentum untuk mengubah kondisi Kaum Muslimin dari keterpurukan mereka.

Tak lain dan tak bukan adalah dengan memperjuangkan agama Allah hingga tegak di muka bumi ini! Lantas, masih belum terbukakah mata kita melihat berbagai kerusakan yang menimpa Kaum Muslim dan membuat kita beranjak dari keterpurukan ini menuju ridha Allah?

Mari bersama memperjuangkan tegaknya hukum Allah di bawah naungan Khilafah yang menerapkan syariah, hingga Allah muliakan kita dengan agama-Nya atau kita mati karena membelanya! Allahu Akbar! Wallahu a’lam bis shawab.***

 

Oleh: Ghea Rdyand

[Aktivis Dakwah Islam Jember]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *