Eradakwah.com – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) telah resmi mengumumkan penempatan istilah atau nama Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
Perubahan yang dilakukan ini dipublikasikan pada Januari tahun 2025. Mengenai salah satu tujuan sebagai salah satu upaya memperbaiki sistem penerimaan siswa baru yang ada di Indonesia.
Mendikdasmen Abdul Mu’ti menjelaskan penggantian nama ini berjalan lurus dengan visi Kemendikdasmen yakni pendidikan berkualitas untuk semua. “Karena memang kami ingin memberikan layanan pendidikan yang terbaik bagi semua.
Ada beberapa kelemahan dari sistem lama (PPDB) yang perlu kita perbaiki,” ujar Mu’ti kepada wartawan di Jakarta, Kamis (30/1/2025). “SPMB itu bukan sekedar nama baru, tapi memang ada yang baru dalam pendidikan kami untuk memastikan setiap warga negara mendapatkan layanan pendidikan yang terbaik,” imbuhnya (detik.com, 4/2/2025).
Adapun mekanisme ini akan mulai dilaksanakan untuk berbagai jenjang pendidikan dari SD, SMP, dan SMA. Pada SPMB terdapat empat jalur penerimaan siswa baru yaitu jalur domisili, jalur prestasi, jalur afirmasi dan jalur mutasi.
Tujuan dari mekanisme ini untuk memberikan kesempatan kepada semua anak di Indonesia agar dapat memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia.
Anggota DPD RI Fahira Idris berharap, transformasi PPDB menjadi SPMB menjadi langkah progresif dalam memperbaiki sistem pendidikan di Indonesia.
Senator dari Daerah Pemilihan (Dapil) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) itu berharap, perubahan itu mampu mengatasi berbagai tantangan yang selama ini menghadapi PPDB, terutama dalam aspek pemerataan akses pendidikan dan transparansi proses seleksi.
“Dengan sistem yang lebih terstruktur, SPMB berpotensi menciptakan kesempatan yang lebih adil bagi setiap peserta didik sehingga tidak ada lagi ketimpangan yang merugikan murid,” ujarnya dalam siaran pers, Kamis (30/1/2025) (kompas.com, 4/2/2025).
Beberapa perubahan prosedur penerimaan siswa baru diharapkan dapat membenahi keadaan pendidikan yang ada di negeri ini. Namun perubahan yang dilakukan hanya sebatas mengutik-utik regulasi yang masih belum menyentuh akar permasalahan yang terjadi pada pendidikan.
Kalau hanya sebatas perubahan nama tidak ada berarti jika tanpa upaya nyata untuk mewujudkan pemerataan sarana pendidikan
Dalam sistem sekarang, pendidikan dikapitalisasi sehingga tidak dapat dicapai oleh semua rakyat. Adapun layanan pendidikan hari ini bergantung pada pemilik modal.
Siapa yang memiliki uang maka ia memperoleh pelayanan berkualitas dan terbaik. Begitu pula sebaliknya, apabila tidak memiliki uang yang cukup akan bersekolah di tempat ala kadarnya bahkan bisa mengalami putus sekolah.
Konsep pendidikan semacam ini dapat menyebabkan terganggunya distribusi infrastruktur pendidikan di tengah-tengah masyarakat. Disisi lain kurikulum pendidikan yang berkiblat ke Barat membuat peraturan penerimaan siswa baru tidak berasaskan kepada syariat.
Dampaknya pada anak-anak menjadi kelinci percobaan terhadap regulasi-regulasi baru.
Lebih-lebih dalam sistem kapitalisasi kondisi, akal-akalan dan kerja sama dalam keburukan sangat mudah dilakukan.
Padahal negara seharusnya fokus terhadap hal strategis yaitu akar masalah buruknya layanan pendidikan di negeri ini dalam semua aspeknya termasuk pemerataan pendidikan.
Inilah penyebab permasalahan pendidikan terletak pada pengaturan berdasarkan sistem kapitalisme.
Berbeda dengan sistem Islam yang mengatur penerimaan siswa baru berlandaskan pripsip syariah. Sehingga dalam instansi pendidikan anak-anak dan orang tua tidak perlu khawatir lagi terhadap masalah penerimaan siswa baru.
Islam memandang pendidikan adalah hak setiap warga negara baik kaya maupun miskin, pintar atau tidak. Pendidikan termasuk layanan publik menjadi tanggung jawab negara.
Layanan pendidikan harus gratis dan berkualitas terbaik. Dari sisi kurikulum tentu harus berasas akidah Islam, yang bertujuan membentuk kepribadian Islam.
Selain mekanisme yang jelas, penerapan sistem pendidikan Islam juga akan menyediakan sekolah yang sesuai dengan kebutuhan wilayahnya. Pengaturan yang diterapkan sangat unik karena akan memberikan pengaruh yang luar biasa kepada generasi.
Adapun pengelompokan tingkat sekolah berdasarkan data siswa pada setiap tingkatan baik anak kecil atau yang sudah dewasa (baligh).
Pengelompokkan yang dilakukan bersumber pada syariat terkait dengan perbedaan taklif (beban hukum) usia anak-anak dan baligh. Dimana anak-anak dididik sesuai dengan beban usia mereka agar siap menjadi mukallaf dan siap menjalani amanah kehidupan sesuai dengan syariat.
Jenjang sekolah akan dibedakan menjadi tiga yakni ibtidaiyah pada usia 6 sampai dengan 10 tahun, mutawasithah pada usia 10 sampai dengan 14 tahun dan tsanawaiyah pada usia 14 tahun sampai jenjang sekolah berakhir.
Apabila salah satu siswa telah genap berusia 10 tahun maka pembicaraannya diperhatikan agar dipindahkan ke sekolah jenjang kedua tanpa mempertimbangkan nilai prestasi yang diperoleh selama belajarnya.
Dan jika siswa telah baligh maka hendaknya dipindahkan ke jenjang tsanawiyah baik telah sampai pada jenjang pada sekolah tersebut apa yang belum.
Negara Islam memiliki sumber dana yang besar dan beragam akan mampu mewujudkan layanan terbaik dan gratis bagi seluruh anak-anak.
Hal ini termasuk untuk orang kaya maupun miskin karena pendidikan termasuk dalam kebutuhan dasar masyarakat. Dimana pendidikan wajib ditanggung oleh negara mudah diakses oleh setiap individu rakyat.
Dana pendidikan ini diperoleh dari kas baitul mal yang sumber pendapatanya berasal dari berbagai pos seperti fai, ghanimah, sumber daya alam dan lain sebagainya. Wallahualam bissawab.***
Oleh: Ernita Setyorini S.Pd (Pendidik)