Eksploitasi Tambang Nikel dalam Sorotan, “Raja Ampat: Surga Dunia yang Dijual Murah?”

by -9 views

Eradakwah.com – Jember – Angkringan Dakwah #9 kembali hadir dengan diskusi yang menarik dan berbobot. Kali ini, Angkringan Dakwah mengangkat tema “Raja Ampat: Surga Dunia yang Dijual Murah?”. Acara yang diselenggarakan di Jember pada Kamis malam (26/6) ini berlangsung dengan menghadirkan dua narasumber yang berkompeten dalam menanggapi isu tambang yang tengah hangat diperbincangkan.

Narasumber pertama, Ustadz Fachruddin, seorang pengamat politik, memaparkan fakta-fakta seputar pertambangan di Raja Ampat serta penyebab eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam di wilayah tersebut. Menurut beliau, akar persoalan terletak pada sistem kapitalisme dengan konsep kepemilikan yang memungkinkan privatisasi atas sumber daya alam, termasuk tambang.

“Dalam Islam, kepemilikan tambang adalah kepemilikan umum yang haram dimiliki oleh individu atau kelompok. Eksploitasi sumber daya alam seharusnya dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat dalam berbagai bentuknya,” ujar Ustadz Fachruddin.

Sementara itu, narasumber kedua, Bapak Eko HS, S.H., M.H., menyampaikan pandangannya dari perspektif hukum.
“Secara hukum, pertambangan yang ada di Raja Ampat, Papua Barat, memiliki dasar dalam konstitusi dan regulasi. Hanya saja tumpang tindihnya regulasi, yang patut diduga adalah aturan yang beraroma oligarkis menjadi celah eksploitasi yang merusak dan menimbulkan problem hukum dan sosial serta lingkungan yang tak berkesudahan. Empat dari lima perusahaan tambang yang izinnya dicabut disebabkan oleh persoalan administratif, serta adanya gejolak dari masyarakat terkait isu lingkungan, terutama yang dipelopori oleh Greenpeace Indonesia.

Karakter penyelesaian problem lingkungan yang selalu diwujudkan dengan mekanisme denda juga berpotensi membuat perusahaan lepas tangan dari akibat jangka panjang atas pertambangan, karena sudah “merasa ” telah bertanggungjawab dengan wujud membayar denda, serta kewajiban lain yang diamanahkan undang-undang. Di sisi lain, masyarakat setempat yang menjadi korban belum merasakan secara langsung bentuk tanggungjawab perusahaan melainkan hanya sekadar berupa CSR.

Sebagaimana pemateri jelaskan, salah satu contoh problem lingkungan di Kabupaten Jember yaitu tentang penambangan gumuk secara ilegal yang hanya berakhir dengan putusan pengadilan yang menghukum pidana penjara serta denda yang tak seberapa jika dibanding kerusakan yang diakibatkan.” jelas praktisi hukum tersebut.

Pak Eko juga menambahkan, persoalan kerusakan ekologi akibat tambang ini bisa saja berlanjut di masa depan jika regulasi dan penegakan hukum tidak sungguh-sungguh dilakukan, terutama ketika animo publik terhadap isu ini menurun dan tergantikan oleh isu-isu lain. Adanya mekanisme class actions sebagai upaya hukum yang dilakukan masyarakat juga tak begitu memperoleh tempat dalam pengadilan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat terdampak. Oleh karena itu, masyarakat perlu terus disadarkan agar tetap peduli terhadap isu-isu strategis yang berdampak luas serta tidak tinggal diam melihat pelanggaran tersebut.

Acara Angkringan Dakwah yang berlangsung interaktif ini kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang disambut dengan antusias oleh para peserta. Kegiatan ditutup dengan penekanan bahwa kesadaran publik atas berbagai isu penting harus selalu disikapi dengan sudut pandang Islam—sebuah pandangan yang telah terbukti memberikan solusi komprehensif sepanjang sejarah penerapannya.

 

CATATAN REDAKSI:

Raja Ampat merupakan wilayah yang telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai kawasan geopark dunia. Reuters.com melaporkan (10/6), empat dari lima perusahaan tambang nikel di Raja Ampat dicabut izinnya karena masalah administratif dan kemarahan publik atas kerusakan lingkungan di lebih dari 500 hektar kawasan hutan, kerusakan terumbu karang, dan ekosistem laut di beberapa pulau.***

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *