Eradakwah.com – Kedatangan Bill Gates ke Indonesia dengan membawa dana sebesar Rp2,6 triliun bukan untuk mendukung program Makan Bergizi Gratis (MBG), melainkan untuk proyek uji coba vaksin TBC M72. Dikutip dari [www.pom.go.id](http://www.pom.go.id) (15 Mei 2025), dana tersebut dialokasikan untuk uji coba vaksin TBC M72 fase 3 yang akan dilakukan di Indonesia, serta di negara-negara seperti Afrika Selatan, Kenya, Malawi, dan Zambia (gorontalo.tribunnews.com, 10 Mei 2025).
Uji coba ini bertujuan mengevaluasi efektivitas vaksin dalam mencegah TBC paru. Vaksin M72/AS01E dikembangkan oleh perusahaan farmasi GlaxoSmithKline (GSK) bekerja sama dengan AERAS, organisasi nirlaba asal Amerika Serikat yang fokus pada riset vaksin TBC. Proyek ini didanai oleh Yayasan Bill & Melinda Gates, Departemen Pembangunan Internasional Inggris (DFID), serta beberapa lembaga lainnya.
Menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2025, estimasi kasus TBC di Indonesia mencapai 1.092.000 jiwa—tertinggi kedua di dunia setelah India. Angka kematian akibat TBC tercatat sebanyak 23.858 jiwa. Vaksin M72 diharapkan dapat membantu menekan beban penyakit TBC. Pemerintah menargetkan eliminasi TBC pada 2030, dengan menurunkan angka kasus menjadi 65 per 100.000 penduduk dan angka kematian menjadi 6 per 100.000 penduduk.
Waspadai Intervensi Asing
Indonesia dipilih sebagai lokasi uji coba karena fasilitas kesehatannya relatif merata dan tingkat pendidikannya lebih tinggi dibanding India. Selain itu, tingginya kasus TBC baru di daerah padat seperti Jakarta menjadi pertimbangan utama. Namun, perlu dicermati potensi intervensi asing dan ketergantungan terhadap produk luar.
Sebagai negara berkembang, Indonesia masih menghadapi banyak tantangan dalam sektor kesehatan—termasuk distribusi fasilitas, kualitas layanan, dan mentalitas pejabat. Saat pandemi COVID-19, beberapa pejabat tinggi justru meremehkan kondisi, yang akhirnya memakan banyak korban jiwa, termasuk tenaga kesehatan dan masyarakat umum yang memiliki komorbid. Ironisnya, di saat bersamaan, kekayaan lebih dari 70% pejabat justru meningkat, berkaitan erat dengan bisnis PCR dan vaksinasi.
Meski uji coba vaksin ini “bermanfaat”, keterlibatan asing tetap perlu diwaspadai. Risiko intervensi kebijakan kesehatan, ketergantungan teknologi, kebocoran data kesehatan masyarakat, hingga operasi intelijen dan tekanan diplomatik bukan hal mustahil. Semua ini makin rawan terjadi ketika Indonesia terus mengandalkan bantuan asing untuk menyelesaikan persoalan domestik.
Peran Negara Menjaga Kesehatan dan Kedaulatan
Negara memiliki tanggung jawab utama dalam mengatur urusan rakyat, termasuk bidang kesehatan. Kebijakan harus diarahkan demi kemaslahatan umat. Ini menuntut negara untuk mandiri dalam inovasi dan pengembangan teknologi kesehatan, termasuk dalam penanganan TBC. Ketergantungan terhadap lembaga asing—terutama yang rawan intervensi—tidak seharusnya terjadi.
Menurut kemenag.go.id (16 Februari 2015), dalam sistem pemerintahan Islam (khilafah), tidak dibenarkan adanya individu atau perusahaan—terlebih asing—yang kekayaannya melampaui otoritas negara. Allah SWT berfirman:
“Agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS. Al-Hasyr: 7)
Ayat ini menegaskan bahwa akumulasi kekayaan di segelintir tangan—terutama yang mampu memengaruhi arah kebijakan negara—tidak dibenarkan. Dalam sistem khilafah, kekayaan umum seperti sumber daya alam, infrastruktur strategis, dan sektor vital (termasuk kesehatan publik) dikelola langsung oleh negara demi kemaslahatan umat—bukan oleh korporasi global atau individu asing.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Imam (Khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat, dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam sistem ini, urusan kesehatan dan pencegahan penyakit menular merupakan tanggung jawab penuh negara, bukan filantropis atau donor asing. Sejarah membuktikan, pemerintahan khilafah menyediakan layanan kesehatan gratis, mendanai riset medis, dan menggaji dokter dari baitul mal.
Kesimpulan
Pemerintah Indonesia harus menegaskan kembali komitmennya terhadap kedaulatan nasional dalam mengelola kekayaan alam dan sektor strategis, termasuk kesehatan. Dana triliunan rupiah dari Yayasan Bill & Melinda Gates untuk uji coba vaksin TBC M72 menimbulkan pertanyaan besar soal kemandirian negara dalam menghadapi masalah kesehatan publik (tempo.co, 8 Mei 2025).
Kekayaan alam Indonesia adalah milik rakyat dan harus dikelola negara demi sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Menyerahkan sektor vital kepada asing—baik individu maupun korporasi global—adalah pelepasan kedaulatan yang tidak bisa dibenarkan.
Ketergantungan terhadap dana dan teknologi luar hanya akan memperkuat cengkeraman kapitalisme global atas kebijakan domestik. Oleh karena itu, Indonesia perlu membangun sistem riset dan pelayanan kesehatan nasional yang mandiri, terjangkau, dan adil.
Kesehatan publik tidak boleh menjadi ladang intervensi korporasi atau individu yang memiliki agenda ekonomi dan politik. Kedaulatan kesehatan adalah bagian tak terpisahkan dari kedaulatan negara. Pemerintah wajib mengelola sumber daya nasional secara independen dan memastikan kekayaan alam digunakan sepenuhnya demi kesejahteraan rakyat, bukan untuk keuntungan pihak luar.***
Ismanto, [Pemerhati Kesehatan Publik]