Eradakwah.com – Momentum hijrah merupakan momen penting bagi perubahan besar umat menuju penerapan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh). Tahun baru Hijriah tidak semestinya dimaknai sebatas ritual tahunan belaka, tetapi harus dipahami sebagai titik tolak perubahan diri dan masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Hijrah paling tidak dapat dimaknai dalam dua hal utama: pertama, berpindah dari satu tempat ke tempat lain; dan kedua, meninggalkan keburukan menuju kebaikan, yaitu dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Konsep ini erat kaitannya dengan peristiwa hijrah Rasulullah ﷺ dari Makkah menuju Madinah. Saat itu, kondisi di Makkah tidak memungkinkan untuk perluasan dakwah Islam karena penindasan kaum musyrik Quraisy. Sebaliknya, masyarakat di Madinah justru lebih siap menerima Islam, menerapkan syariatnya, dan menyebarkan risalahnya ke seluruh penjuru.
Kilas Balik Perjalanan Rasulullah ﷺ dan Para Sahabat
Peristiwa hijrah Rasulullah ﷺ dan para sahabat menjadi titik balik bagi lahirnya peradaban Islam yang agung. Hijrah bukan semata-mata karena takut terhadap siksaan kaum Quraisy, melainkan karena strategi dakwah yang menuntut kondisi ideal agar Islam bisa ditegakkan secara sempurna.
Bukti keberhasilan strategi hijrah terlihat dari peningkatan pesat jumlah kaum mukmin di Madinah, melebihi jumlah yang berhasil diraih selama 13 tahun dakwah di Makkah. Padahal secara durasi, dakwah di Makkah lebih lama dibandingkan di Madinah. Ini menunjukkan bahwa hijrah memiliki dampak besar terhadap perkembangan dakwah Rasulullah ﷺ.
Beliau tidak memiliki pertimbangan lain selain agar risalah Islam menyebar luas, menembus batas-batas geografis dan sosial masyarakat Arab saat itu. Tentu, proses hijrah tidaklah mudah. Banyak rintangan menghadang dakwah Islam. Namun, dengan keteguhan hati, strategi yang matang, serta tawakal yang kuat kepada Allah, Islam berhasil ditegakkan di Madinah dan terus meluas melalui kekhilafahan setelahnya.
Hijrah: Momentum untuk Kembali Taat
Tahun baru Hijriah tidak boleh hanya dipahami sebagai pergantian kalender semata. Apalagi jika masih dipandang sebagai hari mistis atau waktu sial, sebagaimana sebagian kepercayaan yang berkembang di masyarakat kita. Justru, momen ini adalah kesempatan untuk membangun resolusi diri dan umat: bertekad mendekatkan diri kepada Allah SWT, meninggalkan maksiat, dan memperbaiki ketaatan kita secara menyeluruh.
Hijrah artinya taat sepenuhnya kepada Allah, bukan setengah-setengah. Allah SWT berfirman:
يَٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱدْخُلُوا۟ فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚإِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّۭ مُّبِينٌۭ
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 208)
Jika pada tahun 1446 H kita banyak lalai dalam menjalankan kewajiban sebagai Muslim, maka pada tahun 1447 H ini kita harus bertekad untuk lebih taat kepada semua perintah Allah SWT. Jika sebelumnya kita merasa sudah menjalankan ketaatan, maka kini saatnya meningkatkan lagi iman dan takwa kita.
Allah SWT berfirman dalam Malam-Nya yang suci:
يَٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 102)
Hijrah: Transformasi Umat Menuju Islam Kaffah
Sebagaimana Rasulullah ﷺ tidak berhenti pada hijrah secara personal, maka kita pun tidak boleh berhenti hanya pada ketaatan individu. Rasulullah ﷺ membina masyarakat dan mendirikan negara Islam di Madinah. Maka, momentum hijrah saat ini harus dimaknai sebagai panggilan untuk transformasi umat secara kolektif—mulai dari keluarga, masyarakat, hingga negara—untuk berhijrah menuju sistem kehidupan yang diridhai Allah SWT.
Rasulullah ﷺ tidak hanya menjaga ketaatan dirinya dan keluarganya, tetapi membangun masyarakat yang seluruhnya tunduk kepada hukum Allah. Inilah hijrah yang sebenarnya: hijrah dari sistem buatan manusia menuju sistem yang bersumber dari wahyu.
Sudah saatnya sistem pemerintahan, hukum, ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan seluruh aspek kehidupan dipandu oleh Kalamullah. Hijrah menuju penerapan syariat secara kaffah akan menjadi sebab turunnya keberkahan dari langit dan bumi, sebagaimana janji Allah dalam QS. Al-A’raf ayat 96.
Namun, sebagaimana lanjutan ayat tersebut, kebanyakan manusia berpaling dan lalai. Semoga kita termasuk orang-orang yang diberikan kekuatan untuk berhijrah dengan sebenar-benarnya, agar menjadi bagian dari umat yang mengembalikan kehidupan Islam dalam naungan syariat dan khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah.
Wallahu a’lam bish-shawab.***
Oleh: Ghea Rdyanda [Aktivis Dakwah Islam Jember]