Bang Bing Bing yuk kita nabung… Masih ingat lagu masa anak-anak tersebut?
Menabung, mengumpulkan uang sedikit demi sedikit dengan tujuan agar bisa mendapatkan sesuatu yang diinginkan setelah mencapai nominal tertentu. Tentu saja dengan sukarela alias tanpa paksaan. Misalnya saja kita menabung setiap hari dari sisa uang belanja agar bisa bayar uang sekolah, membeli baju, skincare bahkan rumah. Namun saat melambungnya bahan-bahan pokok dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Rakyat juga harus menanggung BPJS, mahalnya tagihan listrik dan mungkin akan ditambah tagihan air serta berbagai pajak yang semakin memalak.
Belum usai peningnya memikirkan biaya biaya tersebut, saat ini rakyat akan dikenakan Tapera. Padahal untuk kebutuhan pokok sehari-hari saja rakyat sudah kalang kabut. Tetapi Pemerintah malah memaksa rakyat menabung guna mendapatkan perumahan 30 tahun kedepan. Padahal bisa jadi gaji yang selama ini diperoleh masih minus untuk memenuhi kebutuhan sehari hari.
Menurut Presiden Partai Buruh, Said Iqbal iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera) sebesar 3% yang tidak masuk akal, dan Ia juga mempertanyakan kejelasan tentang program Tapera tersebut, apakah buruh dan peserta Tapera akan otomatis mendapatkan rumah setelah bergabung Sebab secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3% (dibayar pengusaha 0,5% dan dibayar buruh 2,5%) tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK. Ditambah lagi Program Tapera ini malah menambah kemiskinan rakyat. Pasalnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tapera tersebut akan mewajibkan perusahaan memotong gaji pekerja swasta. Ironi memang, negeri yang gemah Ripah loh jinawi yang kaya raya dengan hasil bumi baik didalam maupun di permukaannya, rakyatnya mengalami kemiskinan, tapera ini menjadi bukti bahwa negara gagal dalam mengurusi urusan rakyat negara tidak memiliki politik penyediaan rumah bagi rakyat dan menjadi bukti kebijakan yang zalim karena memberatkan rakyat di tengah banyaknya potongan dan pungutan untuk rakyat, negara sebagai regulator yang tidak mampu memberikan solusi untuk mensejahterakan rakyat
jadi tapera bukanlah solusi untuk kepemilikan rumah namun menjadi jalan para Kapitalis yang tentu menguntungkan para investor, para pengusaha atau pihak tertentu Dan ini tentu berbeda dengan sistem Islam yang mampu mengurusi rakyat sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Rasulullah dan para Khulafaur Rasyidin Pemerintah terlihat kebingungan mengatasi segala permasalahan yang ada di bumi Pertiwi. Padahal Allah sudah memberikan petunjuk yang jelas bagaimana tata cara mengelola negara agar rakyatnya sejahtera. Salah satunya adalah larangan pengelolaan barang tambang, api (listrik dan BBM), laut dan Padang gembalaan (hutan). Pengelolaan kekayaan alam yang tepat dan diberantasnya korupsi dengan maksimal tentu akan berdampak luar biasa terhadap kesejahteraan rakyat.
Regulasi Islam dan Kebijakan Khalifah
Khalifah (kepala negara) adalah pelayan umat. Dia harus mengurusi rakyatnya hingga semua kebutuhan pokoknya (sandang, pangan, papan ) harus terpenuhi. Negara mempunyai beberapa regulasi dan kebijakan yang diberlakukannya untuk memudahkan individu rakyat dalam memiliki rumah, antara lain dengan cara:
1. Larangan Menelantarkan Tanah
Apabila ada tanah yang ditelantarkan selama tiga tahun oleh pemiliknya, maka negara berhak memberikannya kepada orang lain, termasuk untuk pendirian rumah. Nabi Saw bersabda: “Siapa yang mempunyai sebidang tanah, hendaknya dia menanaminya, atau hendaknya diberikan kepada saudaranya. Apabila dia mengabaikannya, maka hendaknya tanah itu diambil”. (HR. Bukhari).
2. Ihya, Tahjir dan Iqtha’
Menurut hukum Islam tanah bisa dimiliki melalui ihya, tahjir dan iqtha’.
Pengertian ihya’ (al-mawat) adalah menghidupkan/memanfaatkan tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan oleh seseorang, untuk suatu keperluan termasuk membangun rumah. Nabi Saw bersabda: ”Barangsiapa yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR Bukhari).
Tahjir (al-ardh) artinya membuat batas atau memagari bidang tanah. Nabi Saw bersabda, “Barangsiapa membuat suatu batas pada suatu tanah (mati), maka tanah itu menjadi miliknya.” (HR. Ahmad). Sedangkan iqtha` artinya pemberian tanah milik negara kepada individu rakyat. Pada saat tiba di kota Madinah Nabi Saw pernah memberikan tanah kepada Abu Bakar As-Shiddiq dan Umar bin Khaththab. Nabi Saw juga pernah memberikan tanah yang luas kepada Zubair bin Awwam.
3. Tanah Ash-shawafi
Ash-shawafi adalah setiap tanah yang dikumpulkan Khalifah dari tanah negeri-negeri yang dibebaskan dan ditetapkan untuk baitul mal. Termasuk tanah yang tidak ada pemiliknya, tanah milik negara yang dibebaskan, tanah milik penguasa, tanah milik panglima perang, tanah milik orang yang terbunuh atau tanah milik orang yang lari dari peperangan.
4. Harta Milik Umum
Harta milik umum adalah harta yang ditetapkan oleh Syari’ (Allah dan Rasul-Nya) sebagai milik bersama kaum Muslim. Harta milik umum misalnya sumber air, padang rumput (hutan), bahan bakar, sarana umum (jalan, kereta api, trem, saluran air, dsb) dan barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas.
Beberapa Regulasi diatas tentu akan terlaksana jika Sistem Negaranya pun sesuai dengan Al-Qur’an dan As-sunah. Wallahua’lam bisshowab
Ika FR.
Ibu Rumah Tangga)